enjoy every cadence, every breath…

1PDN Dieng Bash: Etape#2 Garung-Kejajar-Menara Pandang

Lanjutan tulisan dari Etape#1…

Etape kedua dari Garung menuju ke Kejajar lalu ke Gardu Pandang. Kita segera dihadapkan pada tanjakan-tanjakan yang susul menyusul. Pada umumnya tanjakan lurus. Bukan bikin nyaman, tapi malah membuat kemiringan makin terasa. Di etape ini sudah sangat mirip dengan tanjakan-tanjakan di Gadog-Rindu Alam. Cuma disini jauh lebih sepi lalulintasnya. Padahal saat kami gowes ini adalah hari kelima lebaran, jadi memang masa-masa orang sedang pelesiran, berwisata ke Dieng, mustinya rame ya untuk ukuran Dieng.

AN249477

AN249485-vert

Untung sudah cukup terlatih dengan tipe tanjakan-tanjakan onroad di Gadog-Rindu Alam. Gowes dari Garung ke Kejajar sangat mengingatkan tipe gowes di Bogor tersebut. Di akhir rute ke Kejajar, kita melewati sebuah tanjakan yang luruuuuusss dan panjaaaaang… membelah pasar dan kota kecil Kejajar. Ini tanjakan lurus dan panjang ternyata habis di sebuah belokan kekiri yang segera kita melewati jalan mirip kelok sembilan. Kelok kiri kanan dengan kemiringan di tingkat audzubillah.

AN249510

AN249531

AN249536

Kejajar adalah sebuah kota kecil lengkap dengan pasar di pinggir jalan utama Wonosobo-Dieng. Agak jelas buat saya kenapa ini kota kecil diberi nama ‘kejajar’, kota/kampung ini terletak pas di pertemua tiga puncak gunung yang tampak berjajar mengitarinya. Saat kita memasuki Kejajar dua gunung ada di kiri dan kanan, seperti sebuah gapura besar, sementara satu gunung lagi ada jauh di depan, tempat Menara Pandang dan Kampung Tieng.

Tanda kilometer sudah menunjukkan Dieng tinggal 8km lagi, namun tanjakan Tieng menuju sebuah Gardu Pandang (gardu pandang sudah terlihat dari bawah sejak 5km yang lalu) rasanya bukan saja berat dan miring, namun juga sangat melelahkan. Kita bertemu bergantian belok kiri dan kanan dengan kemiringan yang semakin tak terbendung, dengan diiringi motor dan mobil yang meraung-raung dengan gigi satu, sambil kita semua mencium bau kopling terbakar.

AN249579

Gowes di Desa Tieng yang sangat miring dan eksotis ini bertambah eksotis dengan bentuk arsitektur rumah dan warna cat yang serba hitam untuk dinding, pintu, atap. Apapun dicat hitam. Bentuk rumah-nya juga agak berbeda dengan umumnya rumah di Indonesia. Ini semua melengkapi nama desa-nya yang memang sudah unik: TIENG. Sempat berhenti memotret sambil ambil napas, mengagumi keunikan desa ini, lalu tiba-tiba ingatan visual ku kok merujuk ke satu gambar tertentu ya?? Apaaa??

AHA! Ternyata arsitektur bangunan di kemiringan tanah 45derajat plus bentuk rumah plus segala warna dan cat nya mengingatkanku pada gambar2 kota Kathmandu, Nepal yang kulihat di majalah.

Etape kedua ini dipenuhi dengan jalan onroad yang belok kiri kanan mendaki, berbelok bukan untuk menurunkan level kemiringan, namun justru jalan kadang mencapai puncak kemiringannya saat berbelok. Benar-benar istimewa. Tipe tanjakan begini mengingatkan pada medan ‘Caringin Tilu’ di Bandung Utara. Tanjakan dengan kemiringan kejam. Namun Garung-Kejajar-Gardu Pandang ini jauh lebih panjang dari Caringin Tilu.

Etape kedua ini diakhiri dengan sebuah tanjakan panjang menyusur punggung menaiki ujung punggungan sebuah bukit. Sebuah tipe tanjakan introduksi. Karena setelah Gardu Pandang, tanjakan yang menyiksa tipe seperti ini yang akan kita temui terus.

Alhamdulillah, Gardu Pandang sudah terlihat. Kita pitstop disini dengan 6km sebelum Dieng. Benar-benar 2km terberat penuh perjuangan yang barusaja kita lewati sepanjang Tieng.

AN249644

AN249589

Cerita tentang Mie Ongklok disini..
Cerita tentang Markas Dieng Sirandu disini
1PDN uphill Etape#1 Wonosobo-Garung disini
1PDN uphill Etape#2 Garung-Kejajar-Menara Pandang disini
1PDN uphill Etape#3 Menara Pandang-Dieng disini
Foto-foto perjalanan 1PDN Dieng di multiply

tambahan cerita di milis cikarangmtb:

Salah satu site yang sangat menempel dari perjalan Dieng adalah sebuah desa/kampung bernama TIENG. Namanya mirip ke-cina-cina an ya? Betul.

Saat melewatinya, melihat pemandangannya, saya merasa DEJAVU, seperti pernah liat, eeee ternyata pemandangan, arsitektur rumah, susunan rumah, cat serba hitam, susunan atap, kemiringan tanah 45 derajatnya mirip banget dengan foto-foto Kathmandu, Nepal.

Dieng sendiri memang unik karena di area itu ada candi Hindu dan Budha, serta sekarang sebagian besar Muslim. Akulturasinya keren… terutama di TIENG ini…

Tapiiii… Ampuuuuunnnn…. jalan berkelok kelok menuju Menara Pandang (menara pandang sudah terlihat sejak 5km dibelakang) dengan kemiringan yang …. ya sudahlah, belok miring lurus miring. Benar2 gak sia2 jauh2 buat ketemu ini.

Saya juga nyesel, hanya ngambil sedikit stok foto di daerah Tieng ini. Serba susah karena kamera harus dimasukkan kembali ke dalam ransel, ngambilnya ribet banget. Sebelum sampai Tieng dari Wonosobo sih masih bisa kamera gelantungan tapi di Tieng gak mungkin lagi karena medan mengharuskan posisi miring kedepan yg cukup ekstrim plus konsentrasi.

Jadi deh cuma sedikit fotonya. Mau sering berhenti juga sayang karena penasaran pengen menikmati tanjakannya… hehehe…

Bersambung ke Etape#3…

3 responses

  1. jepri duplito

    q g mau ngomong banyak,,,,,,,,,,,,
    dari dkecil q sayang kota wonosobo,termasuk dieng n lainya

    Oktober 20, 2009 pukul 1:01 pm

  2. Ping-balik: 1PDN Dieng Bash: Etape#3 Menara Pandang-Dieng Plateu « Harto Basuki

  3. mannntapppp..foto2nya…bosss

    Desember 1, 2009 pukul 11:17 am

Tinggalkan komentar